Selasa, 15 Juli 2008

UPAYA MEMBANGKITKAN NASIONALISME MELALUI PENDIDIKAN


A. Pendahuluan

Dalam era globalisasi, seluruh aspek kehidupan bangsa terguncang dahsyat hingga daya adaptif kita sebagai suatu bangsa dalam suatu sistem sangat terpengaruh oleh perubahan, perubahan yang sangat cepat. Dalam dunia pendidikan, proses akulturasi dan perubahan perilaku bangsa mau tidak mau kita terdorong menjadi masyarakat yang memasuki complex adaptive system.


Era reformasi dalam konteks nasional terasa getarannya seperti perubahan radikal, terasa pula ada penjungkirbalikan nilai-nilai yang telah kita miliki, menjadi porak poranda, dan hampir tercabut sampai ke akar-akarnya. Hal ini kita rasakan sejak tahun 1998, dan kita bertanya apakah ini demokrasi atau reformasi, kita bergumam bahwa ini bukan demokrasi, dan bukan reformasi.


Kita merasakan krisis multidimensional melanda kita, di bidang politik, ekonomi, hukum, nilai kesatuan dan keakraban bangsa menjadi longgar, nilai-nilai agama, budaya dan ideologi terasa kurang diperhatikan, terasa pula pembangunan material dan spiritual bangsa tersendat, discontinue, unlinier dan unpredictable.


Dalam keadaan seperti sekarang ini sering tampak perilaku masyarakat menjadi lebih korup bagi yang punya kesempatan, bagi rakyat awam dan rapuh tampak beringas dan mendemostrasikan sikap antisosial, antikemapanan, dan kontraproduktif serta goyah dalam keseimbangan rasio dan emosinya.


Bagi kita bangsa yang masih sadar, sabar dan tawakal perlu melaksanakan diagnosis terhadap sikap dan perilaku yang menyimpang dari norma dan moral yang kurang terkendali ini. Perlu dipola terapi yang tepat melalui senyum karakter bangsa dan pendekatan keakraban nasional, mengikuti ungkapan seorang negarawan Amerika Serikat (Edward Kennedy) We are one nation in a sorrow. Mari dalam rasa keprihatinan nasional sekarang ini kita bersatu padu agar derita dari segala bencana yang menimpa bangsa Indonesia baik fisik mau pun mental terutama dalam kesulitan himpitan ekonomi.

B. Terapi Mental Bangsa Dengan Jiwa Optimis

Langkah dan upaya penyembuhan dari penyimpangan perilaku fisik dan mental psikologis bangsa ini kita mulai dengan pendekatan agama, pendidikan dan kesejahteraan material dan spiritual. Yang utama memerlukan perhatian adalah membangkitkan kesadaran jiwa untuk menggairahkan peran hati nurani kita sebagai mahluk Tuhan, sebagai pribadi dan sebagai bangsa Indonesia. Kemudian perbaiki manajemen pendidikan nasional, semua harus sepakat mau dibawa kemana bangsa ini dengan pendidikan, semua berhemat dengan biaya pendidikan. Semua harus jadi pendidik, jadi guru dan sekaligus jadi murid. Inilah revolusi pembelajaran yang inovatif yang dapat mendorong anak didik untuk belajar yang menyenangkan aktif dan produktif.


Dengan demikian diperlukan paradigma baru dalam manajemen pendidikan, mengembangkan interaksi edukatif antara keluarga, sekolah dan masyarakat agar terbina proses pembinaan pendidikan bagi anak didik dalam tanggung jawab bersama. Kesan nilai edukatif pada jiwa dan intelek anak didik harus yang menjadi kebutuhan dalam menata cita-cita kehidupan yang bermanfaat lahir batin, karena mereka memiliki kesan nilai dan moral kehidupan yang disebut The Golden Rules (Lawrence Kohlberg, 1976).


Paradigma pendidikan masa sekarang yang sangat kita butuhkan adalah keseimbangan antara pembinaan intelek, emosi dan spirit. Kalau seluruh bangsa berkehendak untuk mengembalikan suasana persatuan dan kesatuan bangsa yang kondusif dan patriotik, maka sangatlah urgen untuk menata kembali politik pendidikan nasional. Tingkatkan dan kembangkan kembali pendidikan politik bangsa yang patriotis, agamis, ideologis, dan berjiwa optimis.


Sebagai sumbangan pemikiran bagi pelaksanaan paradigma tersebut, paper ini ingin merekomendasikan untuk mengembangkan jiwa patriotisme, kesadaran berbangsa dan negara dengan:


- Pendidikan nilai (agama, ideologi, dan budaya) bangsa

- Pendidikan karakter, dan

- Pendidikan politik bagi generasi masa depan bangsa.

Pelaksanaannya dalam program pembelajaran, dipercayakan kepada sekolah (Kepala Sekolah dan Guru) untuk mencoba setiap mata pelajaran berbasis karakter kebangsaan.


Mengembangkan pendidikan berdasarkan karakter (character base education) dengan menerapkan ke dalam setiap pelajaran yang ada di samping mata pelajaran khusus untuk mendidik karakter, seperti: pelajaran Agama, Sejarah, Moral Pancasila dan Budaya Bangsa. Nilai-Nilai yang diajarkan dalam Pendidikan Karakter Lickona (1992) menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar siswa didik mampu memahami, merasakan dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan.


Moral Knowing. Terdapat enam hal yang menjadi tujuan dari diajarkannya moral knowing, yaitu:

- Moral awareness,

- Knowing moral values,

- Perspective taking,

- Moral reasoning,

- Decision making, dan

- Self knowledge.

Moral feeling. Terdapat enam hal yang merupakan aspek dari emosi yang harus mampu dirasakan oleh seseorang untuk menjadi manusia yang berkarakter, yakni:

- Conscience,

- Self- esteem,

- Emphaty,

- Loving the good,

- Self-control, dan

- Humility.

Moral Action. Perbuatan/tindakan moral ini merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter, yaitu: terdapat enam hal yang menjadi tujuan dari diajarkannya moral knowing, yaitu:

- Kompetensi (competence),

- Keinginan (will),

- Kebiasaan (habit).

Untuk itu, dalam deklarasi Aspen dihasilkan enam nilai etik utama (core ethical values) yang disepakati untuk diajarkan dalam sistem pendidikan karakter di Amerika, yang meliputi:

- Dapat dipercaya (trustworthy) meliputi sifat jujur (honesty) dan integritas (integrity),

- Memperlakukan orang lain dengan hormat (treats people with respect),

- Bertanggung jawab (responsible)

- Adil (fair),

- Kasih sayang (caring), dan

- Warga negara yang baik (good citizen).

Tentang pendidikan karakter ini pun, dengan kepiawaian guru dapat dijadikan rujukan untuk bahan pengayaan dalam proses pembelajaran setiap mata pelajaran dan perilaku serta keteladanan orang dewasa, karena pendidikan karakter lebih mendalam tentang pendidikan moral.

C. Latar Belakang Sejarah Kebangkitan Nasional

Sejarah manusia adalah sejarah konflik dan perang, karena sejarah perang adalah setua sejarah manusia. Berbicara tentang perdamaian adalah berbicara tentang perang, dalam arti perdamaian adalah menunda perang, sinonim dengan istirahat sebelum manusia mulai berperang lagi. Oleh sebab itu, seolah-olah yang dianggap normal dalam kehidupan manusia adalah berperang. Hal ini pun terjadi di Indonesia antara tahun 1900-1942.

Pernyataan di atas didukung oleh data yang berasal dari buku Wars of the World (1940) yang menampilkan data bahwa antara tahun 1496 SM sampai tahun 1861, suatu kurun waktu selama 3.500 tahun terdapat 227 tahun damai dan 3.130 tahun perang. Dengan kata lain, untuk setiap tahun damai ada 13 tahun perang.

Sejak tahun 1861 sampai sekarang, dunia mengalami lagi ratusan dan bahkan ribuan perang dan bentuk-bentuk kekerasan bersenjata lainnya. Di antara yang terpenting adalah peperangan karena penjajahan Barat terhadap wilayahwilayah koloninya, PD I, PD II, Perang Arab-Israel, Perang Korea, Perang Vietnam, Perang Teluk, dan lain-lain.

Melihat realitas hubungan internasional di atas, dapat dikatakan bahwa perang dan damai adalah ibarat dua sisi dari satu keping mata uang yang sama. Keduanya adalah konsep yang menyatu dan tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Hal ini diperkuat oleh Adagium Civic Pacem Para Bellum (Kalau mengeksploitasi manusia dan alam yang ada di dalamnya). Atau dengan kata lain, praktek perang semacam itu dinamakan dengan kolonialisme.

Pengaruh pergolakan dunia menjelang Perang Dunia I dan II langkah pertama menuju kebangkitan nasional yaitu tiga dasawarsa pertama abad XX bukan hanya menjadi saksi penentuan wilayah Indonesia yang baru dan suatu pernyataan kebijakan penjajahan yang baru. Masalah-masalah dalam masyarakat Indonesia juga mengalami perubahan yang begitu besar sehingga dalam masalah-masalah politik, budaya, dan agama rakyat Indonesia menempuh jalan baru. Perubahan yang cepat terjadi di semua wilayah yang baru saja ditaklukkan oleh Belanda. Akan tetapi, dalam hal gerakan-gerakan antipenjajahan dan pembaharuan yang mula-mula muncul pada masa ini, Jawa dan daerah Minangkabau di Sumatera menarik perhatian yang khusus. Perubahan-perubahan yang terjadi di sana sedemikian rupa sehingga sejarah Indonesia modern memasuki zaman baru dan memperoleh kosa kata baru. Alasan-alasan yang mendorong Jawa dan Minangkabau menjadi pelopor dalam perubahan yang mendadak ini cukup jelas. Tingkatan kekacauan dan perubahan sosial di Jawa telah dijelaskan di dalam bab-bab terdahulu. Minangkabau telah mengalami pembaharuan besar-besaran dalam agama Islam yang pertama di Indonesia di bawah kaum Padri, telah mengalami perubahan-perubahan yang besar sejak dipaksakannya kekuasaan Belanda, dan memiliki tradisi untuk berhubungan secara aktif dengan dunia luar yang telah membukanya bagi ide-ide baru. Ketika raja-raja Bali dan kaum ulama Aceh masih berjuang untukmempertahankan tatanan yang lama dari upaya penaklukan penjajah, maka orang-orang Minangkabau dan rakyat Jawa meletakkan dasar-dasar bagi suatu tatanan baru.


Kunci perkembangan pada masa ini adalah munculnya ide-ide baru mengenai organisasi dan dikenalnya definisi-definisi baru dan lebih canggih tentang identitas. Ide baru tentang organisasi meliputi bentuk-bentuk kepemimpinan yang baru, sedangkan definisi yang baru dan lebih canggih mengenai identitas meliputi analisis yang lebih mendalam tentang lingkungan agama, sosial, politik, dan ekonomi. Pada tahun 1927 telah terbentuk suatu jenis kepemimpinan Indonesia yang baru dan suatu kesadaran diri yang baru, tetapi dengan pengorbanan yang sangat besar. Para pemimpin yang baru terlibat dalam pertentangan yang sengit satu sama lain, sedangkan kesadaran diri yang semakin besar telah memecah belah kepemimpinan ini lewat garis-garis agama dan ideologi. Pihak Belanda mulai menjalankan suatu tingkat penindasan baru sebagai jawaban terhadap perkembangan-perkembangan tersebut. Periode ini tidak menunjukkan pemecahan masalah, tetapi merubah pandangan kepemimpinan Indonesia itu mengenai diri sendiri dan masa depannya.


D. Pendidikan dan Pendidikan Politik

1. Pendidikan

Pendidikan sendiri menurut Lengeveld adalah membimbing anak didik dari tingkat belum dewasa menuju ke kedewasaan. Berarti kriteria keberhasilan pendidikan adalah kedewasaan.

Ki Hajar Dewantara, seorang Bapak Taman Siswa, menganggap pendidikan sebagai daya upaya untuk mewujudkan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter, pikiran (intelek)) dan tubuh anak untuk memajukan kehidupan anak didik selaras dengan dunianya (Wasty Soemanto Hendayat Soetopo, 1982:3).

Konsep Model Pendidikan di Indonesia

Sejak berkembangnya kebudayaan manusia Indonesia, konsep pendidikan anak pada masa prenatal mau pun pos-natal melalui pendidikan informal/keluarga telah terpola secara kultural. Apalagi setelah Civilized Human Being di Indonesia itu menganut agama dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sampai saat ini benang emas. Pengaruh keagamaan tetap dominan baik dalam konsep maupun dalam tujuan pendidikan. Bahkan sejak lama sebelum Indonesia merdeka lembaga-lembaga keagamaan di Indonesia telah sanggup melaksanakan pendidikan formal dengan tujuan dan konsep serta sistem pendidikan yang matang. Konsep pendidikan formal ala Indonesia, terutama bagi pendidikan umum mulai berkembang sejak lahirnya pergerakan nasional yang dipelopori oleh Boedi Oetomo. Hal ini bangkit karena bangsa Indonesia yakin bahwa untuk mencapai kemerdekaan, melenyapkan penjajahan harus dilawan dengan kecerdikan diplomasi bukan hanya dengan mengangkat senjata. Kecerdikan dan kearifan itu hanya bisa dimiliki melalui pendidikan intelektual dan moral.


Konsep pendidikan yang menonjol baik yang dapat bertahan sampai sekarang mau pun yang hanya tinggal pengaruhnya dan mewarnai/diserap oleh konsep pendidikan nasional masa kini, antara lain:

a) Pendidikan Muhammadiyah

Konsep pendidikan yang dikembangkan oleh organisasi keagamaan Muhammadiyah ini membuka tabir masyarakat terisolasi akibat penjajahan adalah kehidupan beragama secara terbuka, memasyarakat dan bersatu, kehidupan sosial, kehidupan politik, dan perhatian terhadap kepentingan nasional. Dengan singkat konsep pendidikan ini mendasarkan diri kepada asas sosial edukatif, religius, dan nasional. (Pemuka : K.H.A. Dahlan).


b) Pendidikan Taman Siswa

Perguruan Taman Siswa lahir pada 1922, dipimpin oleh Suwardi Suryaningrat. Taman Siswa merupakan organisasi yang bertujuan mengembangkan pendidikan dan kebudayaan. Taman Siswa tidak hanya berkutat dengan ide tapi juga merealisasikannya dengan mendirikan sekolah-sekolah sebagai bukti mengembangkan pendidikan dan kebudayaan nasional untuk menghadapi dominasi pendidikan dan kebudayaan kolonial.


Organisasi Taman Siswa selalu mengutamakan kepentingan rakyat. Pemimpin dan rakyat bersatu sehingga pergerakan rakyat dapat diarahkan agar tidak menimbulkan bencana pada masyarakat Indonesia. Dalam perkembangannya, organisasi Taman Siswa dijadikan alat untuk menanamkan nilai-nilai nasionalisme. Melalui pendidikan Taman Siswa dapat dihasilkan golongan elit terdidik yang akan berperan dalam pergerakan nasional.


Dengan makin berkembangannya sekolah swasta, baik yang dikelola oleh Taman Siswa maupun yang dikelola oleh organisasi, membuat semakin suburnya golongan nasionalis di kalangan anak bangsa. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi pemerintah kolonial karena dengan semakin banyaknya sekolah swasta, semakin subur pula perluasan gagasan nasionalisme di Indonesia yang dianggap akan mengancam eksistensi pemerintah kolonial Belanda di Indonesia.


Pemerintah kolonial berusaha untuk mematikan sekolah swasta dengan dikeluarkannya Undang-Undang Sekolah Liar pada 1932. Undang-undang itu melarang beroperasinya sekolah-sekolah yang tidak medapat izin dari pemerintah kolonial. Dengan penentangan dan perjuangannya yang terusmenerus, akhirnya Taman Siswa berhasil mempengaruhi pemerintah kolonial untuk penghapuskannya. Undang-Undang tersebut akhirnya dicabut pemerintah pada tahun 1933. Ditengah situasi pergerakan nasional yang sedang mandek akibat dengan dinon-aktifkannya para pemimpin pergerakan oleh pemerintah, Taman Siswa muncul sebagai lembaga alternatif dalam melanjutkan perjuangan.


Pencabutan UU sekolah liar itu terpaksa dilakukan pemerintah karena kuatnya dukungan terhadap Taman Siswa dari berbagai organisasi pergerakan seperti PSII, PNI Baru, Muhammadiyah, Budi Utomo, Partindo, dan lain-lain.


Organisasi-organisasi tersebut menyatakan berdiri di belakang Ki Hajar Dewantara dan menentang sikap pemerintah kolonial.


Konsep pendidikan ini mengembangkan asas pendidikan Pancadarma Taman Siswa yang meliputi:

(i) Asas kemerdekaan

(ii) Asas kodrat alam

(iii) Asas kebudayaan

(iv) Asas kebangsaan, dan

(v) Asas kemanusiaan

(Pemuka: Ki Hajar Dewantara).

c) Pendidikan INS Kayutanam

Konsep pendidikan yang dipolakan oleh Indische Nationale School Kayutanam merupakan konsep pendidikan yang lebih memperhatikan pemupukan bakat anak. Konsep ini terpengaruh oleh cita-cita John Dewey yang pragmatis dan Kerschensteiner dengan Arbeitschule-nya dengan didorong oleh keyakinan bahwa Tuhan tidak sia-sia menjadikan

manusia dan alam lainnya, mesti semuanya ada gunanya. Bila tidak berguna pasti karena kita tidak dapat menggunakannya. Dasar pendidikan adalah aktivitas dengan tujuan melahirkan dan memupuk semangat bekerja dan percaya kepada diri sendiri (self help). Akan tetapi, sistem ini hanya berkembang sebagian pada konsep PLS sekarang (Pemuka: Muhammad Sjafei).

d) Pendidikan Nasional setelah Indonesia Merdeka

Bila kita kaji lebih teliti, maka konsep pendidikan nasional Indonesia yang kita kenal sekarang ini merupakan hasil ramuan halus dari nilai-nilai budaya bangsa dengan ragi penyegar pengaruh teori-teori dan konsep pendidikan yang diresepsi secara teliti dan hati-hati dari unsur-unsur pendidikan Barat yang sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa tersebut. Kemudian, apabila kita kaji pula azas dan tujuan dari konsep pendidikan nasional Indonesia sejak awal

kemerdekaan hingga sekarang mengandung jalur konsistensi yang pada prinsipnya berasas Pancasila dan dijadikan upaya bagi menuju kesejahteraan bangsa.

Sampai saat ini, konsepsi pendidikan nasional ditinjau dari segi kebutuhan pembangunan bangsa adalah:

(1) Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat.

(2) Pendidikan bersifat semesta, artinya meliputi semua segi kehidupan manusia dan unsur kebudayaan: moral dan etika, logika, estetika, keterampilan, dan sebagainya. Menyeluruh artinya seluruh kegiatan pendidikan meliputi semua jenis dan jenjang pendidikan, di dalam dan di luar sekolah. Terpadu artinya seluruh usaha dan kegiatan pendidikan jelas kaitan fungsional antara jenjang dan jenis serta serasi dengan pembangunan nasional.

(3) Pendidikan adalah bagian dari kebudayaan masyarakat dan oleh karena itu harus menjadi alat pelestarian dan pembangunan kebudayaan dan sebagai alat untuk mencapai tujuan masyarakat.

2. Pendidikan Politik

Ada pun yang dimaksud dengan pendidikan politik yang dikemukakan oleh Alfian (1986:235) dalam bukunya Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, sebagai berikut: Pendidikan politik dapat diartikan sebagai usaha yang sadar untuk mengubah proses sosialisasi politik masyarakat sehingga mereka memahami dan menghayati betul nilainilai yang terkandung dalam suatu sistem politik yang ideal yang hendak dibangun.


Sedangkan yang dimaksud dengan pendidikan politik menurut Instruksi Presiden No. 12 tahun 1982 tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Politik Generasi muda adalah sebagai berikut: รข€oePendidikan politik merupakan rangkaian usaha untuk meningkatkan dan memantapkan kesadaran politik dan kenegaraan guna menunjang kelestarian Pancasila dan UUD 1945 sebagai budaya politik bangsa. Pendidikan politik juga harus merupakan bagian proses perubahan kehidupan politik bangsa Indonesia yang sedang dilakukan dewasa ini dalam rangka usaha menciptakan suatu sistem politik yang benar-benar demokratis, stabil, efektif, dan efisien.


Dengan demikian pendidikan politik adalah proses penurunan nilai-nilai dan norma-norma dasar dari ideologi suatu negara yang dilakukan dengan sadar, terorganisir, dan berencana dan berlangsung kontinyu dari satu generasi kepada generasi berikutnya dalam rangka membangun watak bangsa (national character building).


Nilai-nilai yang dimaksud adalah nilai-nilai Pancasila, tiada lain merupakan cerminan hati nurani dan sifat khas karakteristik bangsa, bukanlah nilai-nilai yang secara hakiki lahir pada saat kemerdekaan, melainkan telah tumbuh dan berkembang melalui proses sejarah yang panjang. Nilai ini berasal dari kodrat budaya dan menjadi milik seluruh rakyat. Hal ini tercermin dalam watak, kepribadian, sikap, dan tingkah laku bangsa Indonesia.


Pendidikan politik berfungsi untuk memberikan isi dan arah serta pengertian kepada proses penghayatan nilai-nilai yang sedang berlangsung. Ini berarti bahwa pendidikan politik menekankan kepada usaha pemahaman tentang nilai-nilai yang etis normatif, yaitu dengan menanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang merupakan landasan dan motivasi bangsa Indonesia serta dasar untuk membina dan mengembangkan diri guna ikut serta berpartisipasi dalam kehidupan pembangunan bangsa dan negara.


Pemasyarakatan nilai-nilai pendidikan politik di Indonesia sebenarnya telah dilakukan jauh sebelum masa kemerdekaan melalui berbagai kegiatan organisasi dan gerakan politik, baik di dalam mau pun di luar negeri yang dilakukan oleh generasi muda Indonesia guna memperoleh hak politiknya yang dibelenggu oleh mekanisme penjajahan.


Sejak tahun 1908, partai-partai politik dan organisasi massa lainnya tumbuh dengan pesatnya. Organisasi politik pertama yang disebut-sebut sebagai organisasi modern di Indonesia berdiri pada tahun 1908 yaitu Budi Utomo. Mulamula lapangan geraknya adalah organisasi ini bergerak pula dalam bidang politik. Timbulnya angkatan 1908 ini, dalam sejarah Indonesia memiliki ciri khas, yaitu merintis perjuangan kemerdekaan Indonesia menggunakan organisasi.


Pada tahun 1912 muncullah Serikat Islam di bawah pimpinan H.O.S. Cokroaminoto, Indische Partij di bawah pimpinan Douwes Dekker, Soewardi Suryaningrat, dan Ciptomangunkusumo. Tahun 1927 lahir Partai Nasional Indonesia atau PNI yang dipimpin oleh Ir. Soekarno, tahun 1931 lahir Partai Indonesia yang dipimpin oleh Mr. Sartono, tahun 1931 lahir Partai Nasional Indonesia atau dikenal dengan PNI Baru yang dipimpin oleh Drs. Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir, tahun 1937 lahir Gerak Indonesia atau Gerindo yang dipimpin oleh Mr. Amir Syarifuddin dan Mohammad Yamin.


Dalam periode pergerakan ini, muncul suatu angkatan yang berperan sebagai pematangan kesadaran politik rakyat, yaitu angkatan 1928. Sebutan itu didasarkan atas dicetuskannya Sumpah Pemuda oleh para pemuda yang berkonggres di Jakarta pada tanggal 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda merupakan tonggak penting dalam proses pematangan kesadaran kebangsaan menuju terwujudnya proklamasi kemerdekaan.


Memasuki masa sesudah proklamasi kemerdekaan, pemasyarakatan nilai-nilai politik berlangsung dan berkembang terus dengan tantangan perjuangan yang semakin berat dalam rangkaian melanjutkan usaha menyadarkan masyarakat akan kepentingan politik bangsa.


Pemasyarakatan nilai-nilai politik ini lebih diarahkan guna mengalihkan semangat perjuangan kemerdekaan kepada usaha-usaha pengisian kemerdekaan dan kemajuan kehidupan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.


2.1 Asas Pendidikan Politik

Sebelum kita membahas asas-asas yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan politik, terlebih dahulu kita kaji landasan pokok pendidikan politik bagi generasi muda Indonesia.

Landasan pokok yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan politik bagi generasi muda adalah landasan yang pada prinsipnya telah mendasari kehidupan nasional bangsa Indonesia. Agak berbeda dengan landasan-landasan yang dipergunakan dalam bidang lainnya, pendidikan politik sesuai dengan ciri khasnya, memasukkan pula landasan kesejarahan.

Ada pun landasan pokok penyelenggaraan pendidikan politik bagi generasi muda menurut Inpres No. 12 Tahun 1982 adalah sebagai berikut:

a) Landasan ideologi adalah Pancasila.

b) Landasan konstitusional adalah UUD 1945.

c) Landasan historis adalah Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan Proklamasi Kemerdekaan Agustus 1945.

Asas adalah prinsip-prinsip pokok yang harus diterapkan dan dipegang teguh dalam perencanaan dan pelaksanaan sesuatu/kegiatan. Jadi yang dimaksud dengan asas-asas pendidikan politik adalah prinsip-prinsip pokok yang harus diterapkan dan dipegang teguh dalam perencanaan dan pelaksanaan pendidikan politik. Asas-asas pokok yang dipergunakan dalam melaksanakan dan menyelenggarakan pendidikan politik pada prinsipnya didasarkan atas asas

yang sesuai dengan keadaan serta sifat bangsa Indonesia. Ada pun asas-asas pelaksanaan pendidikan politik bagi generasi muda tersebut seperti tercantum dalam Inpres No. 12 Tahun 1982, adalah sebagai berikut:

a) Asas Umum

Pada dasarnya pelaksanaan pendidikan politik bagi generasi muda dilandaskan kepada asas-asas yang sesuai dengan keadaan serta sifat bangsa Indonesia, khususnya generasi muda, yang dipadukan dengan dinamika perkembangan kehidupan nasional dan kemajuan yang telah dicapai sehingga sasaran yang dikehendaki dengan pendidikan politik ini akan tercapai secara berdaya guna dan berhasil guna serta dimanfaatkan secara tepat guna oleh masyarakat dan

diwujudkan dalam tingkat partisipasi yang sebesar-besarnya.

b) Asas Demokrasi

Penyampaian bahan pendidikan politik bagi generasi muda dilakukan melalui jalan mendidik, mengajak, menampung, serta menyalurkan gagasan yang berkembang. Ia harus berciri demokrasi budaya Pancasila atas dasar komunikasi timbal-balik yang penuh tanggung jawab dan musyawarah untuk mufakat dalam perbedaan pendapat yang dilakukan dengan sesadar-sadarnya sebagai bangsa.

c) Asas Keterpaduan

Pendidkan politik bagi generasi muda harus menunjang terbinanya persatuan dan kesatuan bangsa serta menjamin stabilitas serta kepemimpinan nasional. Dalam dinamikanya, pendidikan politik harus terpadu, selaras, serasi, dan seimbang dengan strategi nasional sehingga akan dapat tercapai suatu tata kehidupan nasional yang semakin maju dan bersatu.

d) Asas Manfaat

Pendidikan politik bagi generasi muda diselenggarakan sedemikian rupa, baik dalam bahan mau pun caranya sehingga hasil yang dicapai dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh masyarakat. Ia harus dapat meningkatkan kesadaran hidup berbangsa dan bernegara, mau pun bangsa dan pengembangan pribadi.

e) Asas Bertahap, Berjenjang, dan Berkelanjutan

Penyelenggaraan pendidikan politik bagi generasi muda dilakukan melalui penahanan secara berjenjang, baik dari segi pertumbuhan alamiah manusia dari usia bawah mau pun dari segi pertumbuhan kehidupan masyarakat melalui organisasi yang ada atau golongan pendidikan, mulai dari pimpinan sampai kepada yang lebih besar di bawahnya. Ia semata-mata harus didasarkan atas kemampuan obyektif manusia. Di samping itu, pendidikan politik harus dilaksanakan secara terus-menerus dan harmoni, sebagai suatu proses pematangan manusia Indonesia seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia yang makin maju dan berkembang.

f) Asas Aman

Pendidikan politik bagi generasi muda menunjang kehidupan nasional dengan semakin tingginya kesadaran berbangsa dan bernegara dan terpeliharanya laju pembangunan nasional. Sebagai kondisi, ia harus dapat menciptakan ketahanan dan ketangguhan manusia Indonesia dan masyarakat secara keseluruhan terhadap setiap kendala dan tantangan yang dihadapi. Ia harus aman dari berbagai pengaruh negatif yang berasal dari dalam dan luar negeri.

2.2 Maksud dan Tujuan Pendidikan Politik Masa Kini

Menumbuhkan kembali semangat kebangsaan, cinta tanah air, kebanggaan berbangsa dan bernegara, menyegarkan kembali jiwa yang cinta damai dan cinta kemerdekaan. Menjunjung tinggi ideologi negara dan menghormati kepada pemerintah disertai tawakal kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.


Sedangkan yang menjadi tujuan pendidikan politik bagi generasi muda sebagaimana tercantum dalam Inpres No. 12 tahun 1982 adalah sebagai berikut:

Tujuan pendidikan politik ialah menciptakan generasi muda Indonesia yang sadar akan kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai salah satu usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya yang perwujudannya akan tercermin dalam sejumlah ciri watak dan kepribadiannya sebagai berikut:

- Sadar akan hak dan kewajiban serta tanggung jawab terhadap kepentingan bangsa dan negara yang terutamadiwujudkan melalui keteladanan.

- Secara sadar taat pada hukum dan Undang-Undang Dasar.

- Memiliki disiplin pribadi, sosial, dan nasional.

- Berpandangan jauh ke depan serta memiliki tekad perjuangan untuk mencapai kehidupan yang lebih maju, yang didasarkan kepada kemampuan objektif bangsa.

- Secara sadar mendukung sistem kehidupan nasional secara demokratis.

- Aktif dan kreatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya dalam usaha.

- Aktif menggalang persatuan dan kesatuan bangsa dengan kesadaran akan keanekaragaman bangsa.

- Sadar akan perlunya pemeliharaan lingkungan hidup dan alam secara selaras, serasi, dan seimbang.

- Mampu melaksanakan penilaian terhadap gagasan, nilai, serta ancaman yang bersumber dari luar Pancasila dan UUD1945 atas dasar pola pikir atau penalaran logis mengenai Pancasila dan UUD 1945.

Hal ini berarti melalui kegiatan pendidikan politik diharapkan terbentuk warga negara yang berkepribadian utuh, berketerampilan, sekaligus juga berkesadaran yang tinggi sebagai warga negara yang baik, sadar akan hak dan kewajiban serta memiliki tanggung jawab yang dilandasi oleh nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Proses pencapaian tujuan pendidikan politik tersebut tidak dapat dilihat secara langsung namun memerlukan waktu yang cukup lama, hal ini disebabkan karena pendidikan politik berhubungan dengan aspek sikap dan perilaku seseorang

KELUH KESAH SEORANG GURU DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL (UNAS) TAHUN 2008

Ujian Nasional tahun 2008 memang terasa sangat istimewa, tidak hanya siswa/i yang hatinya berdebar debar menunggu hasil UNAS, tetapi kegelisahan juga dirasakan para guru-guru yang mengampu mata pelajaran yang diujikan. Apakah muridnya bisa menyelesaikan soal-soal yang diberikan dengan baik atau sebaliknya, dan apakah siswa/i nya tersebut ada yang tidak lulus? Tidak bisa dipungkiri perasaan para guru pada saat itu bercampur aduk.


Pengalaman seorang guru Wijaning Hastuti, guru SMK 3 Yogyakarta yang mengampu mata pelajaran matematika juga merasakan hal yang serupa, Ibu Tutik sapaannya, menunggu hasil UNAS dengan perasaan yang tidak menentu dan berdebar-debar. Ibu Tutik dan semua guru di SMK negeri 3 Yogyakarta merasa segala usaha sudah dikerahkan tinggal memohon pertolongan dari Allah SWT supaya diberi kemudahan dan kelancaran untuk semua murid-muridnya dalam menjalankan Ujian Nasional.


Memang patut diakui bahwa sekolah-sekolah berlomba-lomba mempersiapkan diri secara matang dalam menghadapi UNAS, mereka berharap agar semua anak didiknya bisa lulus dengan nilai yang memuaskan sehingga nama baik sekolah dapat terus terjaga dan menjadi sekolah yang unggulan dan berprestasi. Persiapan UNAS pun tidak main-main bahkan persiapannya sudah dilakukan beberapa bulan sebelum kegiatan UNAS dilaksanakan, Hal tersebut dilaksanakan dengan mengintensifkan waktu belajar dari 6 jam seminggu menjadi 10 jam seminggu (Khusus mata pelajaran yang di ujikan).


Tugas guru pada saat itu menjadi sangat penting, selain memberikan materi-materi pelajaran juga harus terus memantau perkembangan psikologi anak didiknya. Seorang pendidik harus mampu melihat kondisi murid-muridnya apakah dalam kondisi baik atau sebaliknya, karena tidak menutup kemungkinan ditambahnya jam pelajaran menjadi beban tersendiri bagi siswa/i. Melihat permasalahan di atas maka pendidik harus bisa mencari solusi/metode yang tepat untuk mengurangi rasa bosan serta frustasi yang di alami oleh anak didiknya dengan cara mengubah metode pembelajaran menjadi tidak membosankan.


Tugas guru tidak berhenti di situ saja, selain itu guru mengadakan pertemuan mengenai mata pelajaran guna mengetahui permasalahan yang ada di masing-masing sekolah yang dinamakan dengan musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) untuk membahas bahan materi dan soal penjajakan materi yang diujikan sehingga persiapan UNAS dapat lebih maksimal.


Seminggu sebelum UNAS dilaksanakan siswa/i intensif melaksanakan kegiatan pra UNAS dengan materi-materi mata pelajaran yang di ujikan selain itu juga tata cara pembulatan dikertas lembar jawaban dan cara menghitamkan lembar jawaban supaya tidak sampai merusak kertas tidak luput di informasikan.


Akhirnya semua kerja keras dari para guru dan murid memetik hasilnya juga. Dari 500 murid yang lulus diantaranya adalah 94,2% . Sebagian besar siswa/i SMK negeri 3 yogyakarta lulus untuk Ujian Nasional. Para siswa dan guru mengucapkan syukur telah melewati Ujian nasional tahun 2008 ini dengan lancar.




Oleh: Safitri Nurhidayati (Kelas A)
Mahasiswa Akta IV Univ. Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta